Minggu, 25 April 2010

Kota Magelang


Ciri khas sebuah kota sepenuhnya melekat pada Kota Magelang. Kota ini tidak lagi memiliki ciri agraris. Hal ini terlihat dari komposisi PDRB Kota dimana enam besar sektor di kota ini adalah non pertanian. Keenam besar sektor tersebut adalah sektor Jasa-Jasa dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 37,62 persen, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 18,58 persen, Sektor Bangunan dan Konstruksi 13,56 persen, sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 10,46 persen, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,87 persen, dan sektor Industri Pengolahan 6,48 persen. Salah satu kegiatan yang berpengaruh bagi perekonomian adalah perdagangan. Dinamika perdagangan ini antara lain dapat terlihat dari banyaknya penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda daftar Perusahaan (TDP). Pada Tahun 2006 banyaknya SIUP yang diterbitkan sebesar 554 buah. SIUP terbanyak adalah untuk pedagang kecil, yaitu sebesar 417 buah. Sementara untuk TDP yang diterbitkan selama Tahun 2006 adalah sebesar 221 buah. TDP terbanyak diterbitkan untuk usaha perorangan, yaitu sebanyak 167 buah. Selain untuk keperluan lokal dan nasional, produk Kota Magelang telah banyak yang berhasil menembus pasar dunia. Beberapa produk yang telah menembus pasar ekspor dan menghasilkan devisa adalah kulit sapi jadi, kulit sapi wet blue, kulit sapi crust, laminating board, dan tembakau krosok. Kecuali Laminating Board, nilai ekspor produk-produk tersebut cenderung naik. Kenaikan terbesar dan juga nilai ekspor terbesar dihasilkan oleh produk kulit sapi wet blue, yakni sebesar US $ 6.459.684,73. Kota Magelang juga memiliki berbagai jenis industri dan menjadi mata pencaharian banyak penduduknya. Jumlah industri, baik industri kecil, sedang, dan besar cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Kenaikan jumlah industri ini berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah lapangan kerja yang tersedia di daerah ini. Banyaknya industri di Kota Magelang Tahun 2006 sebesar 1.688 buah, terdiri dari 1.674 buah industri kecil dan 14 buah industri besar/sedang. Berbagai industri tersebut menyerap ribuan tenaga kerja, yakni 6.930 tenaga kerja industri kecil dan 1.260 tenaga kerja industri besar/sedang.
Sumber :
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kota+Magelang
Sumber Gambar:
http://mansatumagelang.files.wordpress.com/2009/12/alun-alun-magelang.gifhttp://oranekoneko.files.wordpress.com/2008/10/magelang-kota-jadul13.jpg

Peta Kota Magelang


View Larger Map

Sejarah Magelang

Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 Masehi merupakan hari jadi. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Magelang  bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di Museum Nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta.

Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.

Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.

Parsasti POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja  Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang.

Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.

Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota.

Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun - alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.

Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer: Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan - jalan arteri diperkeras dan diaspal.


Sumber :

http://www.magelangkota.go.id/tentang-magelang/selayang-pandang/sejarah

Kabupaten Magelang



Kabupaten Magelang merupakan kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang memiliki peninggalan budaya yang amat bernilai, yaitu Candi Borobudur. Daerah ini memiliki luas 1.085 Km2 dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa. 

Sektor pertanian amat signifikan dalam dalam perekonomian Kabupaten Magelang. Beberapa produk pertanian daerah ini adalah salah satu yang terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Sektor lainnya yang cukup penting adalah industri pengolahan. 

Kabupaten Magelang merupakan salah satu produsen buah-buahan yang penting di Jawa Tengah. Daerah ini unggul dalam produksi tanaman salak dan rambutan. Produksi rambutan di daerah ini terbesar di Jawa Tengah. Sedangkan salak menempati peringkat kedua setelah Kabupaten Banjarnegara. Selain itu, daerah ini juga menghasilkan buah-buahan lainnya seperti pisang. 

Untuk tanaman bahan pangan, jenis tanaman yang terbesar dihasilkan adalah padi sawah. Selain itu, juga dihasilkan berbagai tanaman seperti ketela pohon dan jagung, serta berbagai tanaman palawija lainnya. Klaster tanaman bahan pangan, terutama padi, ketela pohon, dan jagung cocok dikembangkan di Kecamatan Bandongan, Mungkid, Grabag, Candimulyo, Kajoran, Pakis, Windusari, dan Kaliangkrik. 

Kabupaten Magelang juga menghasilkan berbagai sayur-sayuran. Diantara yang produksinya signifikan adalah cabe merah, tomat, dan wortel. Selain ketiga sayuran tersebut, daerah ini juga menghasilkan tanaman sayur-sayuran lainnya namun sifatnya subsisten, hanya untuk kebutuhan daerah sendiri. Klaster sayur-sayuran, terutama ketiga jenis sayur-sayuran di atas, cocok dikembangkan di Kecamatan Dukun, Srumbung, Pakis, Sawangan, dan Ngablak. 

Selain tanaman pangan dan sayur-sayuran, daerah ini menghasilkan berbagai buah-buahan. Tiga besar produksi buah-buahan adalah salak, rambutan, dan pisang. Klaster buah-buahan, terutama ketiga jenis buah tersebut, cocok dikembangkan di Kecamatan Srumbung, Salaman, Mertoyudan, kajoran, Secang, Pakis, dan Ngablak. 

Sektor lain yang signifikan perannya adalah industri pengolahan. Beberapa kecamatan terlihat sebagai sentra industri. Untuk industri besar, konsentrasi terdapat di Kecamatan Tempuran, Mertoyudan, dan Munkid. Sedangkan untuk industri sedang, konsentrasi terlihat di Kecamatan Tempuran, Windusari, dan Ngablak. Dari data tersebut terlihat bahwa Kecamatan Tempuran merupakan yang tertinggi konsentrasi industrinya. 

Dilihat dari jenis industri, jumlah usaha terbesar, yaitu sebesar 42 unit usaha, adalah Industri makanan, minuman jadi, dan tembakau. Industri lainnya yang penting adalah Industri barang-barang dari bahan galian kecuali gas dan minyak bumi sebanyak 11 unit usaha, dan Industri macam-macam perhiasan, mainan anak-anak, cinderamata dll sebanyak 10 unit usaha. 

Realisasi ekspor non-migas terbesar adalah dari komoditi kulit samak. Sedangkan komoditi lainnya yang menyumbang devisa yang juga besar adalah kayu olahan komponen bahan bangunan, dan komoditi alat rumah tanggadari kayu/kulit. 


Sumber :
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+Magelang

Sumber Gambar:
http://pattiro-magelang.org/kawasan-rawan-longsor-di-kab-magelang.html
http://fevri.dagdigdug.com/files/2009/08/juju.jpg
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/64/Locator_kabupaten_magelang.png

Peta Candi Borobudur


View Larger Map

Candi Borobudur


Tentang borobudur

Letak

Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 70.361.2811 LS dan 1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl. 

Bentuk Bangunan

- Denah Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
- Tinggi 35,40 meter.
- Susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
- Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
- Pembagian vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
- Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan ber-pradaksina.
- Batu-batu Candi Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter persegi (kira-kira 2.000.000 potong batu)
 ————————————————–


Riwayat Temuan 

Candi Borobudur muncul kembali tahun 1814 ketika Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali negara Indonesia mengadakan kegiatan di Semarang, waktu itu Raffles mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar, kemudian ia mengutus Cornelius seorang Belanda untuk membersihkannya. Pekerjaan ini dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman pada tahun 1835. Disamping kegiatan pembersihan, ia juga mengadakan penelitian khususnya terhadap stupa puncak Candi Borobudur, namun sayang mengenai laporan penelitian ini tidak pernah terbit. Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada tahun 1873 oleh Van Kinsbergen. Menurut legenda Candi Borobudur didirikan oleh arsitek Gunadharma, namun secara historis belum diketahui secara pasti. Pendapat Casparis berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 M dan prasasti Sri Kahulunan 842 M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang memerintah tahun 782-812 M pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana. 

Pendapat Dumarcay Candi Borobudur didirikan dalam 5 tahap pembangunan yaitu:

- Tahap I + 780 Masehi
- Tahap II dan III + 792 Masehi
- Tahap IV + 824 Masehi
- Tahap V + 833 Masehi
————————————————–
Nama Candi Borobudur

Mengenai penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
Raffles: Budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat) Sang Budha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha) Budha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha) 
Moens: Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
Casparis: Berasal dari kata sang kamulan ibhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva. 
Poerbatjaraka: Biara di Budur (Budur= nama tempat/desa)
Soekmono dan Stutertheim: Bara dan budur berarti biara di atas bukit Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
————————————————–
Pemugaran

Upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp dan yang kedua dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono (alm). 

Pemugaran I tahun 1907 – 1911, Pemugaran I sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya. Namun oleh karena beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa, tidak bisa dipasang kembali. Pemugaran bagian bawahnya lebih bersifat tambal sulam seperti perbaikan/pemerataan lorong, perbaikan dinding dan langkan tanpa pembongkaran sehingga masih terlihat miring. Usaha-usaha konservasi telah dilakukan sejak pemugaran pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan terus menerus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur, sementara proses kerusakan dan pelapukan batu-batu Candi Borobudur yang disebabkan oleh berbagai faktor terus berlangsung. Dan hasil penelitian yang diadakan oleh suatu panitia yang dibentuk dalam tahun 1924 diketahui bahwa sebab-sebab kerusakan itu ada 3 macam, yaitu korosi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri (O.V. 1930 : 120-132).

Pemugaran II tahun 1973 – 1983, Sesudah usaha pemugaran Van Erp berhasil diselesaikan pada tahun 1911, pemeliharaan terhadap Candi Borobudur terus dilakukan. Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Van Erp 10 tahun sebelumnya, diketahui ternyata proses kerusakan pada Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah, terutama pada dinding relief batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim. Selain itu bangunan candinya juga terancam oleh kerusakan. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, maka secara otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO. Melalui lembaga UNECO tersebut, Indonesia mulai mengimbau kepada dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut. Usaha tersebut berhasil, dengan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 mulailah dilakukan pemugaran secara total. Oleh karena pada tingkat Arupadhatu keadaannya masih baik, maka hanya tingkat bawahnya saja yang dibongkar. Dalam pembongkaran tersebut ada tiga macam pekerjaan, yaitu tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi, pekerjaan teknik sipil yaitu pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung Candi Borobudur untuk setiap tingkatnya dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya, dan pekerjaan kemiko arkeologis yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut, cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.

————————————————-


Relief

Disamping maknanya sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal secara filosofis meliputi Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu, Candi Borobudur mengandung maksud yang amat mulia, maksud ini diamanatkan melalui relief-relief ceritanya. Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Berikut uraian singkat dari relief tersebut:

1. Tingkat I

- dinding atas relief Lalitavistara : 120 panilRelief ini menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan ermohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi nama pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai, umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan enjadi pendeta dengan memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.

- dinding bawah relief Manohara dan Avadana : 120 panilCerita Manohara menggambarkan cerita udanakumaravada yaitu kisah perkawinan pangeran Sudana dengan bidadari Manohara. Karena berjasa menyelamatkan seekor naga, seorang pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso dari orang tua naga. Pada suatu hari Halaka melihat bidadari mandi di kolam, dengan lasonya berhasil menjerat salah seorang bidadari tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka Manohara dipersembahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah Sudana tidak setuju. Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi pernikahan pangeran Sudana dengan Manohara. Cerita Awadana mengisahkan penjelmaan kembali orang-orang suci, diantaranya kisah kesetiaan raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seekor burung kecil minta tolong raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dimangsa burung elang. Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk rakyat kecil dan semua makhluk hidup. 

- langkan bawah (kisah binatang) relief Jatakamala: 372 panil langkan atas (kisah binatang) relief Jataka:128 panil Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur dengan pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk melawan kera, namun banteng menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari hutan dan mengganggu kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan. Kisah jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan. 

2. Tingkat II

- dinding relief Gandawyuha : 128 panil
- langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.

3. Tingkat III

dinding relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.

————————————————–
Arca

- Tokoh yang diarcakan: Dhyani Buddha, Manusi Buddha, dan Boddhisatva.
- Jumlah arca : 504 buah

Rincian letak arca :

- Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca, ukuran semakin ke atas semakin kecil dan diletakkan pada relung, dengan rincian: Teras I : 104 arca Teras II : 104 arca Teras III : 88 arca Teras IV : 72 arca Teras V : 64 arca

- Pada tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran sama dan diletakkan di dalam stupa, dengan rincian:Teras VI : 32 arca Teras VII : 24 arca Teras VIII : 16 arca

- Pada tingkat Rupadhatu ini terdapat 432 arca Dyani Buddha diletakkan di dalam relung di segala penjuru arah mata angin yaitu: Arca Dhyani Buddha Aksobya letak di sisi Timur dengan sikap tangan Bhumisparsamudra, Arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa letak sisi Selatan dengan sikap tangan Waramudra, Arca Dhyani Buddha Amoghasidha letak di sisi Utara dengan sikap tangan Abhayamudra, Arca Dhyani Buddha Wairocana di pagar langkan tingkat V dengan sikap Witarkamudra
- Di dalam stupa teras I, II, dan III terdapat arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra
- Arca singa : 32 buahMenurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi Borobudur.

————————————————–
Stupa

Jumlah stupa 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar I, 24 stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III.
Bentuk stupa :
- Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
- Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:Lubang belah ketupat pada stupa teras melingkar I dan II Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
- Arti simbolis lubang terawang belah ketupat: Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan – Arti simbolis lubang terawang segi empat: Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau ?sempurna? daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
 
————————————————–

Monitoring

Candi Borobudur setelah selesai dipugar tidak berarti selesai sudah perawatan terhadap candi tersebut. Tidak ada jaminan kalau Candi Borobudur terbebas dari proses kerusakan dan pelapukan. Oleh karena itu kantor Balai Studi dan Konservasi Borobudur selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan. Misalnya monitoring melalui kegiatan observasi pertumbuhan mikroorganisme, observasi stabilitas batu candi, evaluasi struktur candi dan buki, observasi geohydrologi, observasi sistem drainase, analisis mengenai dampak lingkungan, dan lain-lain.

————————————————–
Perlindungan

Usaha perlindungan dilakukan dengan membuat mintakat (zoning) pada situs Candi Borobudur yaitu:
Zone I Area suci, untuk perlindungan monumen dan lingkungan arkeologis (radius 200 m)
Zone II Zona taman wisata arkeologi, untuk menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah (radius 500 m)
Zone III Zona penggunaan tanah dengan aturan khusus, untuk mengontrol pengembangan daerah di sekitar taman wisata (radius 2 km)
Zone IV Zona Perlindungan daerah bersejarah, untuk perawatan dan pencegahan kerusakan daerah sejarah (radius 5 km)
Zone V Zona taman arkeologi nasional, untuk survei arkeologi pada daerah yang luas dan pencegahan kerusakan monumen yang masih terpendam (radius 10 km)
Zona I dan zona II dimiliki oleh pemerintah. Zona I dikelola oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, zona II dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Pada zona II juga tersedia fasilitas turis : parkir mobil, loket tiket, pusat informasi, museum, kios-kios, dan lain-lain. Zona III, IV, dan V dimiliki oleh masyarakat, tetapi pemanfaatannya dikontrol oleh pemerintah daerah.


Sumber :

http://konservasiborobudur.org/?page_id=30

4 Maret 2008

Sumber Gambar:

http://www2.kenyon.edu/Depts/Religion/Fac/Adler/Reln260/Images260/borobudur.jpg

Peta Mungkid - Ibukota Kabupaten Magelang


View Larger Map

Kabupaten Mageleng


Kabupaten Magelang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kota kabupaten ini adalah Kota Mungkid yang terletak di Kecamatan Mungkid. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Temanggung di utara, Kabupaten Semarang danKabupaten Boyolali di timur, Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo di barat.

Candi Borobudur, sebuah mahakarya peninggalan Dinasti Syailendra yang kini menjadi kebanggaan Indonesia dan dunia, berada di wilayah Kabupaten Magelang.


Geografi

Magelang berada di cekungan sejumlah rangkaian pegunungan. Bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten Boyolali terdapat Gunung Merbabu (3.141 meter dpl) dan Gunung Merapi (2.911 m dpl). Bagian barat (perbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo) terdapat Gunung Sumbing (3.371 m dpl). Di bagian barat daya terdapat rangkaian Bukit Menoreh. Bagian tengah mengalir Kali Progo beserta anak-anak sungainya menuju selatan. Di Kabupaten Magelang terdapatKali Elo yang membelah dua wilayah ini. Pertemuan kembali kedua titik itu terletak di desa Progowati yang konon dahulu di tempat itu lebih banyak wanitanya dibanding pria.


Pembagian Administratif

Kabupaten Magelang terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desadan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Mungkid.

Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut.

  1. Mungkid
  2. Muntilan
  3. Grabag
  4. Salam
  5. Salaman
  6. Ngluwar
  7. Tempuran
  8. Srumbung
  9. Borobudur
  10. Ngablak
  11. Bandongan
  12. Sawangan
  13. Secang
  14. Tegalrejo
  15. Mertoyudan
  16. Dukun
  17. Candimulyo
  18. Windusari
  19. Kajoran
  20. Kaliangkrik
  21. Pakis

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Magelang


"Garebek Getuk" Rintis Tradisi Hari Jadi Magelang

Pesta budaya dan kesenian bertajuk "Garebek Getuk" sebagai upaya kalangan seniman Kota Magelang dan sekitarnya merintis tradisi perayaan hari ulang tahun kota itu secara meriah dan unik, kata Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang, Budiyono.

"Akan terus menerus kami kelola, olah, dan kembangkan, memang kami sedang merintis, setiap hari jadi dirayakan melalui `Garebek Getuk`," kata Budiyono di sela puncak perayaan Hari Jadi Ke-1104 Kota Magelang melalui "Garebek Getuk" di Alun-Alun Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu.

Kegiatan itu ditandai dengan pementasan tarian "Ruwat Getuk" yang dibawakan sekitar 150 seniman berasal dari sejumlah komunitas baik di Kota maupun Kabupaten Magelang. 

Tarian kolosal itu menceritakan sejarah berdiri Kota Magelang yang bersumber dari Prasasti Mantyasih. 

Penetapan hari jadi Kota Magelang pada 11 April berdasarkan tulisan Jawa Kuno di Prasasti Mantyasih yang ditemukan di Kampung Meteseh, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Prasasti berangka tahun 907 M itu memuat silsilah para raja Mataram Kuno, sebelum Raja Dyah Balitung.

Para penari terlihat menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lalu yang makmur dan tenteram karena wilayah Magelang dan sekitarnya yang dikelilingi sejumlah gunung itu sebagai tanah yang subur. 

Sekelompok penari lain tampak menggambarkan ulah perampok yang mengganggu ketenteraman hidup warga setempat. Warga setempat yang memantapkan persatuannya berhasil mengalahkan kawanan perampok itu sehingga Raja Dyah Balitung berkenan memberikan status wilayah itu sebagai perdikan.

Pada kesempatan itu sekelompok seniman berasal dari Padepokan "Tjipto Boedojo Tutup Ngisor" di lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, pimpinan Sitras Anjilin menyuguhkan wayang orang dengan lakon "Mbangun Keraton Ngamarta". Mereka adalah komunitas seniman petani yang selama ini melestarikan dan mengembangkan kesenian wayang orang.

Pementasan mereka di atas panggung berukuran sekitar 40 meter persegi di tengah alun-alun setempat.

"Pentas ini sebagai refleksi betapa membangun suatu negara agar masyarakat hidup makmur itu butuh perjuangan, prihatin, jujur, dan hati yang bersih, niscaya Tuhan memberikan rahmat," kata Sitras yang pada pementasan itu bertindak sebagai dalang.

Puncak perayaan Hari Jadi Ke-1104 Kota Magelang juga ditandai dengan perarakan para pejabat pemkot setempat. Wali Kota Magelang, Fahriyanto, Ketua DPRD Hasan Suryoyudho, dan unsur muspida setempat yang masing-masing mengenakan pakaian kebesaran adat Jawa terlihat menunggang empat kereta kencana sewaan dari Keraton Yogyakarta.

Mereka diarak oleh puluhan pasukan keraton sepanjang sekitar tiga kilometer, mulai dari Gedung Kiai Sepanjang menuju Alun-Alun Kota Magelang. Ribuan warga terutama berasal dari Kota dan Kabupaten Magelang menyaksikan perarakan tersebut, sedangkan tabuhan gamelan terdengar bertalu-talu mengiring prosesi tersebut.

Empat tumpeng ukuran raksasa dengan tatanan ratusan potong getuk khas Magelang diarak oleh puluhan orang dari halaman Masjid Agung Kauman Kota Magelang menuju ke alun-alun setempat untuk diperebutkan masyarakat.

Pada kesempatan itu Fahriyanto memimpin upacara peringatan Hari Jadi Ke-1104 Kota Magelang yang dikemas dengan menggunakan Bahasa Jawa, sedangkan Hasan membacakan sejarah berdiri Kota Magelang.

"Kita patut bangga karena perayaan secara meriah ini menunjukkan gereget masyarakat dalam membangun kota ini," katanya.

Pada masa mendatang, katanya, berbagai komponen masyarakat setempat harus memantapkan semangat persatuan dan gotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Koordinator Lapangan "Garebek Getuk Kota Magelang 2010", Tri Setyo Nugroho, mengatakan kegiatan itu sebagai upaya menguatkan ikon Magelang sebagai kota budaya.

"Setiap tahun kegiatan ini akan dinanti masyarakat, menjadi ikon budaya Kota Magelang, menjadi imej budaya," katanya.


Sumber :
http://oase.kompas.com/read/2010/04/12/04312072/.quot.Garebek.Getuk.quot..Rintis.Tradisi.Hari.Jadi.Magelang
12 April 2010

Perpecahan Magelang

Seperti kita ketahui bersama saat ini, bahwa Magelang terdapat dua wilayah administratif, yakni Kota Magelang dan Kabupaten Magelang. Banyak timbul pertanyaan, sebenarnya lebih dahulu mana antara kota atau kabupaten Magelang? Dan lebih tua mana diantara keduanya? Dan mengapa kok bisa sampai ada dua seperti itu?

Sebagaimana janji saya kemarin, bahwa akan saya sampaikan sedikit mengenai pengetahuan saya terkait ‘perceraian’ Magelang, berikut ini adalah sedikit hasil investigasi saya. Ada beberapa sumber dan argumentasi yang dapat digunakan untuk menelusurinya.

Pertama, Hasil penelitian Museum Nasional dan Museum Radya Pustaka Surakarta Hadiningrat, bahwa keberadaan Magelang diawali dengan desa perdikan (kawasan bebas pajak) bernama Mantyasih (saat ini disebut dengan daerah Mateseh). Mantyasih sendiri memiliki arti Beriman dalam Cinta Kasih. Yang mendasari sumber ini adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan prasasti yang ditulis diatas lempengan tembaga, pada zaman Mataram Kuno era Wangsa Sanjaya atau Mataram Hindu saat pemerintahan RajaRakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M). Dimana didalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glang-glang berubah menjadi Magelang.

Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.
Dan tanggal inilah (11 April 907) yang disahkan oleh Pemerintah Kota Magelang sebagai Hari Jadi Kota Magelang (berdasarkan Perda No. 6/1989). Maka usia Kota Magelang adalah 1103 tahun pada 2010 ini.

Kedua, ketika Inggris menguasai Nusantara pada 1801, dijadikanlah Magelang sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun – alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927.

Namun, karena tanggal dan bulannya masih belum diketahui secara pasti maka tahun 1801 tidak ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Magelang. Pada saat ini, di Kabupaten Magelang lebih dikenal adanya Hari Jadi Kota Mungkid dari pada Hari Jadi Kabupaten Magelang. Setidaknya, ini terlihat dari perhelatan peringatan hari bersejarah tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Magelang yakni pada tanggal 22 Maret 1984 (merujuk pada PP 21/1982, Kecamatan Mungkid adalah ibukota baru bagi Kabupaten Magelang, diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada 22 Maret 1984).

Ketiga, Pasca kemerdekaan berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1948 Kota Magelang berstatus sebagai Ibukota Kabupaten Magelang. Namun berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1950, Kota Magelang berdiri sendiri sebagai daerah yang diberi hak untuk mengatur Rumah Tangga sendiri. Sehingga ada kebijakasanaan untuk memindahkan Ibukota Kabupaten Magelang ke daerah lain. Selain itu dasar pertimbangan lainnya adalah nantinya pemindahan Ibukota lebih berorientasi pada startegi pengembangan wilayah yang mampu menjadi stimulator bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah.

Selanjutnya dari 4 alternatif Ibukota yang dipersiapkan yaitu Kecamatan Mungkid, Muntilan, Secang dan Mertoyudan, akhirnya Desa Sawitan Kecamatan Mungkid terpilih untuk menjadi Ibukota Kabupaten Magelang dengan nama Kota Mungkid berdasarkan PP Nomor 21 Tahun1982. 


Sumber :

http://kaumbiasa.com/perpecahan-magelang.php

31 Maret 2010

Potensi Berbagai Kerajinan Di Magelang


Sektor kerajinan di kabupaten Magelang memang cukup potensial. Ini bisa dilihat dari banyaknya jenis kerajinan yang ada di kabupaten Magelang. Anda bisa melihat di sepanjang jalan menuju ataupun keluar kota Magelang bahwa banyak terdapat macam-macam kerajinan di sepanjang jalan tersebut.

Kerajinan Batu

Salah satu yang sangat terkenal di Kabupaten Magelang adalah kerajinan dari batu. Para pengrajin patung batu ini selain memproduksi patung batu juga memproduksi alat-alat rumah tangga yang berasal dari batu seperti cobek, dan lain-lain.

Daerah yang memproduksi kerajinan patung batu dan kerajinan ini berada di Kecamatan Muntilan dan Salam, terutama di sepanjang jalan Semarang-Yogyakarta. Kita dapat melihat banyak kerajinan dari batu yang di pamerkan di sepanjang jalan tersebut. Patung-patung tersebut memiliki ukuran yang beraneka ragam.

Miniatur Candi

Miniatur candi sebenarnya adalah bagian dari kerajinan dari batu. Hanya saja dalam proses finishingnya lebih dipercantik dengan diberikan gip agar lebih menarik dan aman jika terjadi benturan atau jatuh.

Harganya juga variatif, mulai dari Rp. 50.000,- hingga harga Rp. 2.000.000,-. Bahkan ada pesanan yang harganya mencapai hingga Rp. 20.000.000,- Para pengrajin miniatur candi ini berada di Kecamatan Borobudur tepatnya di desa-desa sekitar candi borobudur.

Kerajinan Bambu

Kerajinan dari bambu di kabupaten Magelang banyak sekali di temui. Kerajinan ini biasanya dijual di pasar-pasar maupun di obyek-obyek wisata di Kabupaten Magelang seperti Candi Borobudur, Mendut, dan tempat-tempat lain.

Kerajinan dari bambu ini biasanya berupa tempat lampu dari bambu, tempat koran dari bambu, kalung bambu, gelang, penjepit rambut hingga kipas bambu. Penjualan kerajinan bambu hingga saat ini cukup bagus, terutama di daerah-daerah obyek wisata.

Banyak wisatawan yang menyukai produk-produk bambu ini. Hingga kini, pemasarannya sudah mencapai daerah Purworejo, Cilacap, Jogja dan Pangandaran.

Kerajinan Kerang

Meskipun Kabupaten Magelang tidak mempunyai pantai namun, di Kabupaten ini juga berkembang kerajinan yang berasal dari kerang. Biasanya bahan baku kerang didatangkan dari Purworejo dan Cilacap. Yang unik adalah para pengrajin kerajinan kerang ini tinggal di pegunungan yang jauh dari laut/pesisir. Pengrajin tersebut berada di Desa Sawangargo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

Kerajinan Kaligrafi
Kerajinan Kaligrafi di Kota Magelang sangat terkenal. Bahkan seni kaligrafi yang ada di kota ini sering mengikuti pameran-pameran karya seni di berbagai daerah.

Kerajinan ini menjadi salah satu kerajinan unggulan kota Magelang, karena tidak banyak yang dapat membuatnya. Dibutuhkan kemampuan seni yang cukup tinggi, skill yang baik dan kerja keras.

Target pasar kerajinan ini terutama untuk warga kelas menengah keatas karena bahan yang digunakan sering dari logam sehingga relatif mahal. Pemasarannya sudah mencapai Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, Batam dan beberapa daerah lain di Indonesia.

Di kota dan kabupaten Magelang sendiri peminat karya seni kaligrafi ini cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena kabupaten Magelang banyak terdapat pondok pesantren yang relatif identik dengan karya seni kaligrafi ini.

Kerajinan kalgrafi ini juga telah menembus pasar ekspor seperti ke Malaysia, Brunei dan negara-negara lain.

Kerajinan Mainan Anak-Anak

Kota Magelang juga terdapat beberapa industri rumah tangga yang membuat mainan anak-anak. Mainan anak-anak dari kota Magelang sangat disukai anak-anak. Untuk sementara ini, produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal dan beberapa daerah sekitarnya. Hasil dari produk-produk boneka ini tidak kalah dengan produk-produk pabrik.

Diolah dari berbagai sumber


Sumber :

http://bisnisukm.com/potensi-berbagai-kerajinan-di-magelang.html

8 Oktober 2009